Bersama Bupati beserta ibu setelah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1435 H

Bersama Bupati beserta ibu setelah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1435 H

Selasa, 13 Januari 2015

Maulud Nabi dalam Tinjauan Sejarah

Tanggal 12 Rabi’ul Awal telah menjadi salah satu hari istimewa bagi sebagian kaum muslimin. Hari ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah penyempurna, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Perayaan dengan berbagai acara dari mulai pengajian dan dzikir jamaah sampai permainan dan perlombaan digelar untuk memeriahkan peringatan hari yang dianggap istimewa ini. Bahkan ada di antara kelompok thariqot yang memperingati maulid dengan dzikir dan syair-syair yang isinya pujian-pujian berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Yang paling ekstrim, diantara mereka ada yang meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang mulia akan datang di puncak acara maulid. Pada saat puncak acara itulah, sang pemimpin thariqot tersebut memberikan komando kepada peserta dzikir untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang hanya diketahui oleh pemimpin thariqot.
Itulah salah satu sisi kelam adanya peringatan maulid, yang sejatinya bukan ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. selanjutnya, kita berpindah tinjauan sejarah untuk maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.

Kapankah Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam Dilahirkan?

Pada hakikatnya para ahli sejarah berselisih pendapat dalam menentukan sejarah kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, terutama yang terkait dengan bulan, tanggal, hari, dan tempat di mana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.
Pertama: Bulan kelahiran
Pendapat yang paling masyhur, beliau dilahirkan di bulan Rabi’ul Awal. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahkan dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai kesepakatan ulama. Klaim ijma’ ini tidak benar. Karena banyak pendapat lain yang menegaskan di luar Rabi’ul Awal.
Diantara pendapat lainnya, beliau dilahirkan di bulan Safar, Rabi’ul Akhir, dan bahkan ada yang berpendapat beliau dilahirkan di bulan Muharram tanggal 10 (hari Asyura). Kemudian sebagian yang lain berpendapat bahwa beliau lahir di bulan Ramadlan. Karena bulan Ramadlan adalah bulan di mana beliau mendapatkan wahyu pertama kali dan diangkat sebagai nabi. Pendapat ini bertujuan untuk menggenapkan hitungan 40 tahun usia beliau shallallahu ‘alahi wa sallam ketika beliau diangkat sebagai nabi. Sebagaimana keterangan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس بالطويل البائن ولا بالقصير … بعثه الله تعالى على رأس أربعين سنة فأقام بمكة عشر سنين
“Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam tidak terlalu tingi dan tidak pendek….. Allah mengutusnya di awal usia 40 tahun. Kemudian tinggal di Mekah selama 10 tahun.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kedua: Tanggal kelahiran
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabishallallahu ‘alahi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin. Kemudian beliau menjawab: “Hari senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan peryama kali aku mendapat wahyu.” Akan tetapi para ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal berapa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan. Di antara pendapat yang disampaikan adalah: Hari senin Rabi’ul Awal (tanpa ditentukan tanggalnya), tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal.
Pendapat yang lebih kuat
Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al-Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya, disimpulkan bahwa hari senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. (ar-Rahiqum al-Makhtum, al-Mubarakfuri).
Tanggal Wafatnya Beliau
Para ulama ahli sejarah menyatakan bahwa beliau meninggal pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H dalam usia 63 tahun lebih empat hari. (ar-Rahiqum al-Makhtum, al-Mubarakfuri).
Satu catatan penting yang perlu kita perhatikan dari dua kenyataan sejarah di atas. Antara penentuan tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan tanggal wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa sallam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ulama tidak banyak memberikan perhatian terhadap tanggal kelahiran Nabishallallahu ‘alahi wa sallam. Karena penentuan kapan beliau dilahirkan sama sekali tidak terkait dengan hukum syari’at.
Beliau dilahirkan tidak langsung menjadi nabi, dan belum ada wahyu yang turun di saat beliau dilahirkan. Beliau baru diutus sebagai seorang nabi di usia 40 tahun lebih 6 bulan. Hal ini berbeda dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seolah para ulama sepakat bahwa hari wafatnya beliau adalah tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Hal ini karena wafatnya beliau berhubungan dengan hukum syari’at. Wafatnya beliau merupakan batas berakhirnya wahyu Allah yang turun. Sehingga tidak ada lagi hukum baru yang muncul setelah wafatnya beliaushallallahu ‘alahi wa sallam.
Sehingga ada satu pertanyaan yang layak kita renungkan, tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih dekat sebagai tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ataukah tanggal wafatnya Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam?? Melihat pendekatan ahli sejarah di atas, tanggal 12 Rabi’ul Awal lebih dekat dengan wafatnya Rasulullahshallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam masalah tanggal kelahiran, para ulama ahli sejarah berselisih pendapat, sementara dalam masalah wafatnya penulis ar-Rahiqum al-Makhutm tidak menyebutkan adanya perselisihan.
Memahami hal ini, setidaknya kita bisa renungkan, tanggal 12 Rabi’ul Awal yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada hakikatnya lebih dekat pada peringatan hari wafatnya Nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dibanding peringatan hari kelahiran beliau.
Dengan membaca ini, barangkali anda akan teringat dengan sikap kaum nasrani terhadap nabi Isa ‘alahis salam. Mereka menetapkan tanggal 25 Desember sebagai peringatan kelahiran Isa. Mereka beranggapan bahwa itu adalah tanggal kelahiran Yesus. Padahal sejarah membuktikan bahwa Yesus tidak mungkin dilahirkan di bulan Desember. Karena mereka sendiri-pun pada hakikatnya tidak memiliki bukti yang nyata tentang natalan (peringatan kelahiran nabi Isa). Tidak dari sejarah, tidak pula dari kitabnya.

Sejarah Munculnya Peringatan Maulid

Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, yang mereka menamakan dirinya sebagai bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan Ahli Bait (keturunan Nabishallallahu ‘alahi wa sallam). Disebutkan bahwa kelompok batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka. Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat, tabi’in dan para Tabi’ tabi’in. Al Hafid As Sakhawi mengatakan: “Peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari seorangpun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam Islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”
Pada hakikatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan maulid Nabishallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid an-Nabawikarya Abdul Karim al-Hamdan)

Siapakah Bani Fatimiyah

Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syi’ah pengikut Ubaid bin Maimun al-Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syi’ah yang menentang ahlu sunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya. Berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin al-Ayyubi pada tahun 564 H. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok Syi’ah al-Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok al-Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Diantaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jamaah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir, 11:252).

Siapakah Abu Ubaid al-Qoddah

Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad. Digelari dengan al-Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang yahudi yang membenci Islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Alquran itu memiliki makna batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus diantara kelompok mereka. Maka dia merusak ajaran Islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima dan tidak diketahui oleh orang lain. (al-Ghazwu al-Fikr dan ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan al-Mahdi al-Muntadhor (al-Mahdi yang dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far ash-Shadiq melalui pernikahan rohani (nikah non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said bin Ahmad al-Qoddah. Dan terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan Muhammad bin Ja’far ash-Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak diantara orang-orang bodoh daerah afrika yang membenarkan dirinya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir & ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).

Sikap Para Ulama Terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)

Para ulama ahlus sunnah telah menegaskan status kafirnya bani ini. Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menshalati jenazah mereka, tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang selayaknya diberikan kepada orang kafir. Diantara ulama Ahlus Sunnah yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah Syaikh Abu Ishaq as-Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman al-Khoulani menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…’”
Diantara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ al-Qotthan. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).
Setelah kita memahami hakikat peringatan maulid yang sejatinya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran bani Ubaidiyah. Itu artinya, peringatan maulid yang dianggap sebagai syiar, sejatinya syiar aliran syiah dan bukan syiar Islam.
Sebagai kaum muslimin yang membenci Syi’ah, apalagi yang beralran ekstrim seperti bathiniyah, tidak selayaknya melestarikan syi’ar yang merupakan bagian dari ajaran pokok mereka.

Apakah peringatan maulid bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?

Anda tentu meyakini, orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallamadalah keluarga beliau dan para sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Sementara di awal kita telah sepakat, peringatan ini belum pernah ada di zaman sahabat maupun tabi’in, bahkan tabi’ tabi’in. Abu Bakr ash-Shiddiq tidak pernah merayakan maulid, Umar juga tidak pernah, Utsman juga tidak merayakan maulid, demikian pula Ali bin Abi Thalib. Hasan dan Husain, cucu kesayangan beliau juga tidak pernah merayakan maulid. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan para ulama pelopor Islam lainnya, tidak tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang penyair mengatakan:
لو كنت صادقا في حبه لأطعته *** إن المــحب لمن يحـب مطيـع
Jika cintamu jujur tentu engkau akan mentaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq

Senin, 16 Juni 2014

Hak Tentangga

Diantara bukti bahwa Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, Islam mengajarkan kepada umat manusia untuk berbuat baik kepada sesama, terutama kepada orang yang memiliki hubungan dekat dengan kita. Diantaranya tetangga. Hubungan tetangga menjadi penting, karena tetangga memiliki hak yang lebih dibandingkan lainnya. Tidak heran, jika ada beberapa ulama yang menulis buku khusus membahas tentang tetangga, seperti Imam al-Humaidi (w. 219 H) dan Abu Nuaim al-Asbahani (w. 430 H), yang menulis satu kumpulan hadis khusus tentang tetangga, kemudian ad-Dzahabi (w. 748 H), beliau memiliki buku khusus berjudul, Haqqul Jiwar (Hak bertetangga), dan buku ini sudah diterbitkan.

Hak BerTetangga dalam Alquran

Allah berpesan dalam Alquran,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim,  orang miskin, tetangga atau kerabat dekat, tetangga atau kerabat jauh, rekan di perjalanan, Ibnu Sabil, dan kepada budak yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan apa yang dia miliki.” (QS. An-Nisa: 36).
Setelah menjelaskan banyak hal tentang ayat ini, al-Qurthubi mengatakan,
Oleh karena itu, bersikap baik kepada tetangga adalah satu hal yang diperintahkan dan ditekankan, baik dia muslim maupun kafir, dan itulah pendapat yang benar.” (Tafsir al-Qurthubi, 5:184)

Hadis-hadis Tentang Bertetangga

1. Larangan keras mengganggu tetangga
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari 6016 dan Muslim 46).
Berikan jaminan bahwa tetangga Anda merasa nyaman dengan keberadaan Anda sebagai tetangganya. Hati-hati, jangan sampai menjadi tukang gosip tetangga, sehingga membuat tetangga Anda selalu tidak nyaman ketika bertindak di hadapan Anda, karena takut digosipin.
2. Wasiat Jibril untuk memperhatikan tetangga
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan,
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6014 dan Muslim 2624).
Pesan yang sangat penting, diberikan oleh Malaikat (Jibril ‘alaihis salam) terbaik kepada manusia terbaik (Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam).
3. Mengganggu tetangga halal untuk dilaknat
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
Ada seorang yang mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kezaliman yang dilakukan tetangganya. Setiap kali orang ini mengadu, selalu dinasehatkan oleh beliau untuk bersabar. Ini dilakukan sampai tiga kali. Sampai pengaduan yang keempat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi,
اطْرَحْ مَتَاعَكَ فِي الطَّرِيقِ
Letakkan semua isi rumahmu di pinggir jalan.”
Orang inipun melakukannya.
Setiap ada orang yang melewati orang ini, mereka bertanya: “Apa yang terjadi denganmu. (sampai kamu keluarkan isi rumahmu).” Dia menjawab: “Tetanggaku menggangguku.” Mendengar jawaban ini, setiap orang yang lewat pun mengucapkan: “Semoga Allah melaknatnya!” sampai akhirnya tetangga pengganggu itu datang, dia mengiba: “Masukkan kembali barangmu. Demi Allah, saya tidak akan mengganggumu selamanya.” (HR. Ibnu Hibban 520, Syuaib al-Arnauth menyatakan: Sanadnya kuat).
4. Menumbuhkan semangat berbagi dengan tetangga
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah), mewasiatkan kepadaku,
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ، فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
Apabila kamu memasak, perbanyaklah kuahnya. Kemudian perhatian penghuni rumah tetanggamu, dan berikan sebagian masakan itu kepada mereka dengan baik.” (HR. Muslim)
5. Tidak mengganggu tetangga bagian dari iman
Dari Abu Hurairah, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu saudaranya.” (HR. Bukhari 5185 dan Muslim 47).
6. Tidak ada istilah sedikit dalam mengganggu tetangga
Dari Abdah bin Abi Lubabah rahimahullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا قَلِيلَ مِن أَذَى الجَار
“Tidak ada istilah sedikit dalam mengganggu tetangga.” (HR. Ibn Abi Syaibah dengan sanad shahih namun mursal. Dan dalam riwayat thabrani secara mausul dari Umu Salamah. Syaikh Ali al-Halabi mengatakan, “Hadis ini Hasan”).
7. Tetangga yang baik akan menjadi lambang kebahagiaan atau kesengsaraan
Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ، وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ: الْجَارُ السُّوءُ، وَالْمَرْأَةُ السوء، والمسكن الضيق، والمركب السوء
Empat hal yang menjadi sumber kebahagiaa: Istri solihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan tunggangan yang nyaman. Empat hal sumber kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang durhaka, tempat tinggal yang sempit, dan kendaraan yang tidak nyaman.” (HR. Ibn Hibban 4032 dan sanadnya dinilai sahih oleh Syuaib al-Arnauth).
8. Menyakiti tetangga lebih besar dosanya
Dari Miqdad bin Aswad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ
لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ
Seseorang yang berzina dengan 10 wanita, dosanya lebih ringan dibandingkan dia berzina dengan satu orang istri tetangganya… seseorang yang mencuri 10 rumah, dosanya lebih besar dibandingkan dia mencuri satu rumah tetangganya.” (HR. Ahmad 23854 dan dinyatakan Syuaib Al-Arnauth, sanadnya bagus).
9. Bersikap baik kepada tetangga, tanda muslim sejati
Dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ، وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ، تَكُنْ مُؤْمِنًا، وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ، تَكُنْ مُسْلِمًا…
Jadilah orang yang wara’, kamu akan menjadi manusia ahli ibadah. Jadilah orang yang qanaah, kamu akan menjadi orang yang paling rajin bersyukur. Berikanlah yang terbaik untuk orang lain, sebagaimana kamu memberikan yang terbaik untuk dirimu, niscaya kamu menjadi mukmin sejati. Bersikaplah yang baik kepada tetangga, kamu akan menjadi muslim sejati…” (HR. Ibn Majah 4217 dan dishahihkan al-Albani)
10. Jangan tinggalkan tetangga Anda kelaparan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
Bukanlah mukmin sejati, orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya, dan sanadnya dinilai hasan oleh Husain Salim Asad)
Al-Albani mengatakan,
وفي الحديث دليل واضح على أنه يحرم على الجار الغني أن يدع جيرانه جائعين، فيجب عليه أن يقدم إليهم ما يدفعون به الجوع، وكذلك ما يكتسون به إن كانوا عراة، ونحو ذلك من الضروريات
Dalam hadis ini terdapat dalil yang tegas, bahwa haram bagi orang yang kaya untuk membiarkan tetangganya dalam kondisi lapar. Karena itu, dia wajib memberikan makanan kepada tetangganya yang cukup untuk mengenyangkannya. Demikian pula dia wajib memberikan pakaian kepada tetangganya jika mereka tidak punya pakaian, dan seterusnya, berlaku untuk semua kebutuhan pokok tetangga. (Silsilah As-Shahihah, 1:280)
11. Larangan meremehkan pemberian tetangga, meskipun kelihatannya kurang berarti.
Pesan ini pernah disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, terutama kaum perempuan. Mungkin, karena merekalah yang umumnya memiliki sikap seperti itu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ، لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
Wahai para wanita muslimah, janganlah satu tetangga meremehkan pemberian tetangga yang lainnya, meskipun hanya kikil yang tak berdaging.” (HR. Bukhari 2566 dan Muslim 1030).
12. Paling dekat pintunnya, paling berhak mendapat lebih banyak
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga dekat. Kemanakah saya akan memberikan hadiah?” beliau menjawab,
إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
Ke rumah yang paling dekat pintunya denganmu.” (HR. Bukhari 2259)
13. Berlindung dari tetangga yang buruk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk. Ini menunjukkan betapa bahayanya tetangga yang buruk, sampai manusia terbaik menyarankan doa ini dilantunkan. Dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ، مِنْ جَارِ السَّوْءِ فِي دَارِ الْمُقَامِ، فَإِنَّ جَارَ الْبَادِيَةِ يَتَحَوَّلُ عَنْكَ
Mintalah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk di tempat tinggal menetap, karena tetangga yang tidak menetap akan berpindah dari kampungmu.” (HR. Nasa’i 5502 dan dinilai al-Albani sebagai hadis hasan shahih).
14. Sengketa tetangga, sengketa pertama di akhirat
Dari uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
أَوَّلُ خَصْمَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جَارَانِ
Sengketa pertama pada hari kiamat adalah sengketa antar tetangga.” (HR. Ahmad 17372 dan dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth)
Al-Munawi mengatakan,
أي أول خصمين يقضى بينهما يوم القيامة جاران آذى أحدهما صاحبه اهتماماً بشأن حق الجوار الذي حث الشرع على رعايته
“Maksud hadis, sengketa antara dua orang yang pertama diputuskan pada hari kiamat adalah sengketa dua orang bertetangga. Yang satu menyakiti lainnya. Sebagai bentuk perhatian besar tentang hak tetangga, yang dimotivasi oleh syariat untuk diperhatikan.” (At-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir, 1:791).
15. Menyakiti tetangga merupakan sebab masuk neraka
Serajin apapun seseorang dalam beribadah, namun dia suka menyakiti tetangga, dia terancam neraka. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang melapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita itu rajin shalat, rajin sedekah, rajin puasa. Namun dia suka menyakiti tetangga dengan lisannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberkomentar,
Dia di neraka.”
Para sahabat bertanya lagi, “Ada wanita yang dikenal jarang berpuasa sunah, jarang shalat sunah, dan dia hanya bersedekah dengan potongan keju. Namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan,
Dia ahli surga.” (HR. Ahmad 9675 dan Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya hasan).
16. Berusaha bersabar dengan gangguan tetangga
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ يُحِبُّهُمُ اللهُ… وَالرَّجُلُ يَكُونُ لَهُ الْجَارُ يُؤْذِيهِ جِوَارُهُ، فَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُ حَتَّى يُفَرِّقَ بَيْنَهُمَا مَوْتٌ أَوْ ظَعْنٌ
Tiga orang yang Allah cintai…., orang yang memiliki tetangga, dan tetangganya suka menyakitinya. Diapun bersabar terhadap gangguannya sampai dipisahkan dengan kematian atau safar.” (HR. Ahmad dan dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
17. Tetangga menjadi saksi
Merekalah manusia yang paling banyak menyaksikan aktivitas kita. sehingga penilaian mereka bisa mewakili kepribadian dan perilaku kita. dari Ibn mas’udradhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bagaimana saya bisa mengetahui, apakah saya orang baik ataukah orang jahat?” beliau menjawab,
إِذَا قَالَ جِيرَانُكَ: قَدْ أَحْسَنْتَ، فَقَدْ أَحْسَنْتَ، وَإِذَا قَالُوا: إِنَّكَ قَدْ أَسَأْتَ، فَقَدْ أَسَأْتَ
Jika tetanggamu berkomentar, kamu orang baik maka berarti engkau orang baik. Sementara jika mereka berkomentar, engkau orang tidak baik, berarti kamu tidak baik.” (HR. Ahmad 3808, Ibn Majah 4223 dan dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksud komentar tetangga di sini adalah komentar dari tetangga yang baik, sholeh dan memperhatikan aturan syariat. (At-Taisir Syarh Jamius Shaghir, 1:211).

Khitan ketika Sudah Dewasa

Pertanyaan:
Umur saya 26 tahun, memeluk Islam sejak lahir. Namun sampai saat ini saya belum khitan. Bagaimanakah hukumnya? Apakah berdosa? Untuk masalah kebersihan kemaluan saya senantiasa dapat menjaganya.

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Khitan termasuk salah satu kewajiban dalam syariat Islam yang dibebankan bagi laki-laki. Sedangkan bagi wanita, khitan hukumnya anjuran menurut pendapat yang lebih kuat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
الفِطْرَةُ خَمْسُ : الخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
Fitrah ada lima: khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu khitan ada 2:

Waktu anjuran
Beberapa ulama menganjurkan, agar khitan dilakukan ketika anak masih kecil, terutama sebelum menginjak usia tamyiz (sekitar 7 tahun).
An-Nawawi mengatakan,
يستحب للولي أن يختن الصغير في صغره ؛ لأنه أرفق به
Dianjurkan bagi wali untuk mengkhitan anaknya ketika masih kecil, karena itu yang paling baik untuknya. (al-Majmu’, 1:302)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Syaikh Abdullah al-Jibrin, karena dua alasan:
- Kulit anak kecil masih mudah untuk dipotong dan lebih mudah untuk diobati.
- Tidak ada beban terbukanya aurat, sehingga tidak ada masalah untuk disentuh atau dilihat orang lain.
Waktu Wajib
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan waktu wajib. Ada yang mengatakan setelah baligh dan ada yang mengatakan sebelum baligh. Namun pada intinya mereka sepakat bahwa orang yang sudah baligh, wajib telah dikhitan.
Syaikh Abdullah al-Jibrin mengatakan,
فإن من شروط الصلاة الطهارة، ولا تتم إلا بالختان، فيستحب أن لا يؤخر عن وقت الاستحباب. أما وقت الوجوب فهو البلوغ والتكليف. فيجب على من لم يختتن أن يبادر إليه عند البلوغ
Diantara syarat shalat adalah suci dari najis. Dan ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan khitan. Karena itu dianjurkan agar tidak ditunda setelah waktu anjuran. Adapun waktu wajib adalah setelah baligh dan telah mendapatkan beban syariat. Wajib bagi orang yang belum dikhitan setelah baligh untuk segera khitan.
Simak: http://www.ibn-jebreen.com/books/6-50-2326-2159-.html
Imam an-Nawawi juga menegaskan yang sama,
أَنَّهُ لَا يَجِبُ الْخِتَانُ حَتَّى يَبْلُغَ فَإِذَا بَلَغَ وَجَبَ عَلَى الْفَوْرِ
Khitan tidak wajib kecuali setelah baligh. Jika sudah baligh, dia harus segera khitan.” (al-Majmu’, 1:304).
Untuk itu, setelah membaca ini, Anda harus segera khitan, karena Anda sudah telat lama. Seharusnya sejak usia baligh, namun tertunda sampai usia 26 tahun.
Dan Anda tidak perlu malu untuk melakukan hal ini, karena tidak ada istilah malu untuk melakukan kewajiban. Nabi Ibrahim ‘alais salam, menerima syariat khitan setelah beliau berusia 80 tahun.
Dalam surat al-Baqarah Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Baqarah : 124)
Makna: “beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya” : salah satu diantara perintah yang Allah berikan kepada Ibrahim adalah khitan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ ثَمَانِينَ سَنَةً، وَاخْتَتَنَ بِالقَدُومِ
“Ibrahim melakukan khitan setelah berusia 80 tahun. Beliau berkhitan dengan dengan kapak.” (HR. Bukhari)
Hanya saja, Anda upayakan seminimal mungkin memperlihatkan aurat kepada orang lain. Pastikan aurat hanya dilihat oleh mereka yang berkepentingan.

Translate